14.09
No comments
Pengertian Anak Yatim.
Sebelum masuk lebih dalam mari kita kaji tentang pengetian yatim, Kata
“yatim” berasal dari bahasa arab, bentuk jamaknya adalah yatama atau
aitam. Kata ini mencakup pengertian semua anak yang bapaknya telah
meninggal, ketika ia belum menginjak usia baligh(dewasa), baik ia kaya
atau miskin, laki-laki atau perempuan, maupun beragama islam maupun non
muslim. Karena itu, anak kecil yang dipelihara ibu nya atau kakek
neneknya atau orang lain disebabkan perceraian orang tuanya atau sebab
lain, tidak dikategorikan sebagai anak yatim. Tidak pula disebut yatim
jika memang semenjak dalam kandungan, ia tidak mempunyai ayah, semisal
nabi isa As. Jika seseorang hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan,
maka ia dapat di kelompokkan ke dalam mustadh’afin (orang-orang
lemah).
Adapun anak yang bapak ibunya
telah meninggal, termaksuk dalam kategori yatim juga. Dalam tradisi
kita, ia biasanya disebut sebagai yatim piatu. Istilah piatu ini hanya
di kenal di Indonesia, sedangkan dalam literatur fikih klasik hanya
dikenal isyilah yatim saja. Tentu saja, kondisi anak yatim dalam makna
ini (yatim piatu) lebih memperhatikan dari pada makna yang pertama.
Sudah
menjadi bagian dari sunnatullah bila seseorang terlahir dari rahim
ibunya dan tidak mendapati ayahnya. Hal ini sudah menjadi fenopmena
umum semenjak umat manusia bertebaran di muka bumi. Namun kearifan
belum sepenuhnya diberikan kepada anak malang seperti ini. Banyak
diantara mereka yang hidup sia-sia karena ketiadaan orang tuanya.
Mereka menderita dan merana, mengharapkan kasih sayang orang lain yang
tidak kunjung datang.
Sebelum islam datang, banyak
anak , yatim yang menjadi budak. Kelemahan diri dan keluarganya memaksa
mereka untuk menjadi manusia kelas dua. Mereka sering menjadi sasaran
cemoohan dan hinaan, bahkan tak jarang berujung pada penganiayaan.
Islam datang membawa ajaran yang
mulia. Komprehensifitas ta’alimul islam (ajaran-ajaran islam ) mampu
mengantarkan umat manusia ke gerbang pintu kemanusaan, jika ia di
wujudkan dalam amaliah nyata. Salah satunya adalah islam mengajarkan
agar menyantuni anak yatim dan menjadikannya sebagai suatu kewajiban
umat. Bahkan Nabi Muhammat SAW. Juga seorang anak yatim. Seperti
disebut dalam fgirman Allah SWT. Bukanlah dia mendapatimu sebagai
seorang yatim, lalu dia malindungimu (adh-Dhuha:6)
Santunan terhadap anak yatim
piatu lebih diutamakan daripada terhadap anak yatim. Ulama ushul
menyebutnya sebagai mafhum al-muwafaqoh al-khitap (pemahaman yang
sejalan disebutkan lebih utama). Hal ini disebabkan anak yatim piatu
lebih memerlukan pertolongan daripada anak yatim. Ia sangat membutuhkan
kasih sayang dari orang-orang yang peduli dengan kondisinya. Ia
membutuhkan hal pokok bagi keberlangsungan hidup normal sebagai seorang
anak kecil.
Keluarga dekat dari kedua orang
tuanya bertanggung jawab untuk mengasuhnya. Mereka menjadi wali
sekaligus penjaga harta warisan orang tuanya. Namun, jika mereka
merelakan, bolehlah anak yatim ini dipelihara oleh kaum muslimin lain
yang menawarkan dirinya untuk mengambil si yatim menjadi anak asuhnya.
Disamping
kanan-kiri rumah kita, terdapat tidak sedikit anak-anak yatim. Mereka
menjadi bagian dalam hidup masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jumlah
mereka setiap tahun terus bertambah. Mereka ada di kampung – kampung,
di desa-desa, di kota-kota besar, di gang-gang diantara jepitan
gedung-gedung bertingkat di kota metropolitan, juga di tempat-tempat
yang lain seperti: dijembatan, dijalan, dan di emperan pertokoan.
Mereka mengadu nasib sebatas kemampuan yang telah Allah anugerahkan.
Jika kita merujuk pada makna
leksikal, yang dimaksud anak yatim tidaklah terbatas pada anak-anak
kaum muslimin saja. Kat tersebut juga menjangkau seluruh anak-dari
berbagai millah- yang ditinggal mati oleh bapaknya. Sebab, semua anak
yatim tentulah masih fitrah jiwanya, serta suci hatinya dari dosa dan
noda. Sehingga kita diperintahkan untuk memperlakukan mereka secara
makruf pula.
Pemeliharaan anak yatim non
muslim bahkan bisa dipandang sebagai suatu dakwa, penyelamatan aqidah
si anak dari kemusrikan dan kekufuran. Sayangnya, supaya kaum muslimin
saat ini belum sampai pada taraf tersebut. Kaum muslimin sendiri masih
kewalahan untuk mengsuh anak-anak yatim dari saudara sekaidah.
Sebaliknya, masih terdapat
sekian banyak anak yatim kaum muslimin yang jatuh ke tangan-tangan kaum
kuffar. Media islam banyak memberitahkan, di daerah-daerah bencana
semisal tsunami di Aceh, atau dipelosok-pelosok desa, banyak anak kaum
muslimin yang diambil oleh para misionaris dan pakar-pakar pemurtadan
untuk dididik menjadi kader-kader mereka. Dan, kaum muslimin nyaris tak
berdaya menghadapi kenyataan ini. Kaum muslimin hanya mampu menahan
marah yang menggunung dan melakukan sedikit upaya penyelamatan terhadap
beberapa anak yatim yang tersisa.
0 opmerkings:
Plaas 'n opmerking